Homeschooling Cara Agus Salim

Posted by putiL On Sunday, November 15, 2009 0 comments




Agus  Salim  dikenal  sebagai  tokoh  pergerakan  nasional  yang  besar perhatiannya  terhadap  pendidikan.  Hal  itu  dapat  dilihat  dari  pendapat-pendapatnya  baik  secara  lisan  maupun  melalui  artikel-artikel  yang  ditulisnya mengenai pendidikan. Akan  tetapi, Agus Salim  ternyata punya  cara  lain  tentang mendidik anak-anaknya. Dan caranya berbeda dengan semangat pendidikan yang digembar-gemborkan  pada  waktu  itu.  Dia  tidak  memasukkan  anak-anaknya  ke sekolah formal. Padahal sebagai orang yang dipersamakan kedudukannya dengan orang Belanda,  dia dapat  dengan mudah memasukkan  anak-anaknya ke  sekolah Belanda.  Alasan  yang  dikemukakan  Agus  Salim  mengenai  hal  ini  adalah,  dia tidak  mau  anak-anaknya  belajar  pada  sekolah  penjajah.  Alasan  lain  yang dikemukakan  Agus  Salim  adalah  bahwa  dia  sendiri  lebih  banyak  mendapat pengetahuan dari luar sekolah.
 
Alasan  yang  pertama  sebetulnya  sangat mengherankan, mengingat Agus Salim  adalah  produk  pendidikan  kolonial  yang  waktu  itu  dianggap  sangat berkualitas. Tentu pengetahuan yang didapat Agus Salim  sedikitnya berasal dari sekolah  produk  kolonial  itu. Kemudian,  kalau  tidak menghendaki  anak-anaknya sekolah  di  sekolah  formal  Belanda,  kenapa  tidak  mengirimkannya  ke  sekolah yang  dikelola  oleh  pribumi?  Alasan  yang  kedua  dapat  menerangkan  alasan pertama.  Pendidikan  yang  dibuat  oleh  pemerintah  kolonial  tidak  mengajarkan kenyataan  yang  ada  di  masyarakat.  Hanya  mengajarkan  norma-norma  ideal menurut  pemerintah  kolonial.  Tidak  sesuai  dengan  kondisi  sebenarnya  di lapangan. Agus Salim merasa  ia  sendiri  sudah melalui  jalan  “berlumpur”  akibat pendidikan  kolonial.  Ia  tidak  tega  anak-anaknya  melalui  jalan  itu  dan  berniat memberi pelajaran  sendiri kepada  anak-anaknya. Sementara untuk  sekolah yang dikelola  oleh  pribumi  mungkin  Agus  Salim  belum  mempercayai  sepenuhnya. Agus  Salim  merupakan  seorang  pengagum Multatuli  dan  sepaham  dengannya, bahwa orang yang sungguh-sungguh harus mendidik anaknya sendiri. Hanya anak bungsunya  dimasukkan  ke  sekolah  formal,  ketika  itu  Indonesia  sudah merdeka.dan Agus Salim  semakin  sibuk  dalam memperjuangkan  kemerdekaan  Indonesia melalui diplomasi-diplomasinya ke berbagai negara.

Lalu bagaimanakah cara Agus Salim mendidik anak-anaknya? Yang  jelas Agus Salim  tidak pernah memberi pelajaran dengan suatu aturan  tertentu. Antara jam belajar dan  jam bermain  tidak  ada batasnya. Artinya  setiap  saat  ia bersama dengan  anaknya, maka  sebetulnya  ia  sedang memberi  pelajaran,  dan  itu  sudah
dimulai  saat  sang  anak  lahir.  Setiap  pelajaran  adalah  permainan,  dan  setiap permainan adalah pelajaran.  

Sistem  yang  diterapkan  oleh  Agus  Salim  adalah  menanamkan  sifat mencari  tahu melalui bacaan. Oleh karena  itu,  tidak mengherankan bahwa anak-anak  Agus  Salim  telah  terbiasa  dengan  ensiklopedi  sejak  usia  kanak-kanak. Sistem  lain  yang  diterapkan Agus  Salim  adalah  praktek  langsung. Kemampuan anaknya-anaknya  dalam  menguasai  bahasa  asing  karena  adanya  pembiasaan menggunakan  bahasa  tersebut  sebagai  bahasa  sehari-hari.  Sehingga  dengan demikian  anak-anaknya  tidak  merasa  sedang  belajar,  melainkan  sedang  bicara seperti layaknya menggunakan bahasa ibu. 

Agus Salim sangat yakin bahwa tanpa memasuki sekolah formal pun anak-anaknya dapat menguasai bahasa Inggris. Sama dengan keyakinannya bahwa dia tidak pernah melihat adanya sekolah tempat kuda belajar meringkik. “Kuda-kuda tua meringkik  sebelum  kami,  dan  anak-anak  kuda  ikut meringkik.  Begitu  pula saya meringkik  dalam  bahasa  Inggris    dan  anak-anak  saya  pun  ikut meringkik, juga  dalam  bahasa  Inggris”  begitulah  jawabnya  kepada  teman  yang meragukan sistem pendidikan yang diterapkan Agus Salim.  

Mengenai  kualitas  pendidikan  dalam  homeschooling  ternyata  sangat tergantung dari kepiawaian orang tua sebagai pendidik. Dalam hal ini, Agus Salim sebagai nara sumber tidak diragukan lagi memiliki pengetahuan yang luas. Selain itu,  intelektual  Islam  ini  mampu  menguasai  berbagai  bahasa  secara  mumpuni. Bahasa Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, dan Arab dapat dikuasai sama baiknya dengan dia menguasai bahasa Melayu. Hal itu terlihat dari semua anak-anak Agus Salim  fasih  berbahasa  Inggris.  Kecuali  anak  bungsunya,  semuanya  juga  fasih berbahasa  Belanda.  Hal  ini  dimungkinkan  karena  Agus  Salim  hanyamenggunakan  bahasa  Belanda  dan  Inggris  dalam  komunikasi  sehari-hari  di rumah.  Dalam  segi  ini  Agus  Salim  telah  menanamkan  suatu  skill,  yaitu kemampuan  “rasa”  berbahasa.  Sehingga  kemampuan  anak-anaknya  juga  tidak terbatas  pada  dua  bahasa  itu,  tetapi  berkembang  ke  penguasaan  atas  bahasa-bahasa asing lainnya. 

Akan tetapi, kemampuan anak-anaknya itu memunculkan pula suatu ironi. Mereka  pada  umumnya  tidak  aktif  berbicara  dalam  bahasa  Minang.  Kondisi keluarga  telah membuat mereka  tidak mempunyai  kesempatan  untuk mengenal bahasa ibunya sendiri dengan baik. 

Lalu bagaimana dengan perkembangan pendidikan keagamaan? juga tidak diragukan  kualitas Agus  Salim  sebagai  kiai  yang  pernah  bertugas  sebagai  atase Hindia Belanda di Jedah selama lima tahun.  Selama itu pula dia secara langsung belajar keagamaan dari ulama terkenal asal Minang yang bermukim di Jedah yaitu Akhmad  Khatib. Agus Salim tidak hanya menjadi sumber bertanya anak-anaknya mengenai  agama  Islam,  para  pemuda  Jong  Islamiten  Bond  pun  sangat mengandalkannya.

Mengenai  kualitas  pendidikan  yang  diberikan  oleh  Agus  Salim,  anak bungsunya,  yang  pernah  mengenyam  pendidikan  sampai  tingkat  SMA, menyatakan  bahwa  kualitas  saudara-saudaranya  yang  lebih  tua  tidak  dapat  ia ungguli.  Keunggulan  saudara-saudaranya  yang  lebih  tua  adalah    dalam  bidang pengetahuan umum, sejarah, dan sosial. 

Mengenai  karir,  Agus  Salim  juga  tidak memaksakan  atau memprogram kepada anak-anaknya untuk menjadi apa setelah dewasa. Dari beberapa karir yang ditekuni  anak-anak  Agus  Salim  terbukti  ada  yang  menjadi  diplomat,  tentara, pegawai perusahaan negara. Semuanya tanpa ijazah formal. 


Komentar  anak-anaknya  mengenai  cara-cara  pendidikan  yang  ditempuayahnya beragam. Ada yang merasa nyaman, karena tidak perlu bangun pagi-pagi dan secara tergesa-gesa berangkat ke sekolah seperti anak-anak lainnya. Ada juga yang  merasa  terkucil  dari  teman-temannya  atau  dipandang  miring  orang  lain karena  tidak  sekolah  formal. Bahkan apabila anak-anak Agus Salim waktu kecil memegang  buku,  maka  muncul  pertanyaan  dari  yang  melihatnya“memangnya bisa  baca  buku?”.  Sementara  komentar  anak  Agus  Salim  yang  lainnya menyatakan  bahwa  dia  tidak  pernah  menyesal  tidak  dimasukkan  ke  sekolah formal  oleh  ayahnya. Walaupun  demikian  ia mengaku  selalu merasakan  sejenis kekosongan  apabila  teman  sebayanya  pergi  sekolah  di  pagi  hari  sementara  dia diam di rumah.

Dalam  ilmu  eksakta  anak-anak Agus  Salim  sedikit  atau  tidak mendapat pelajaran, terutama aljabar. Pelajaran aljabar pada saat itu dianggap sebagai dasar untuk  berpikir  logis.  Akan  tetapi  tanpa  pengetahuan  aljabar  orang  dapat  juga berpikir logis.
 

R. Muhammad Mulyadi S.S., M.Hum
Staf Pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran


 

Semoga artikel Homeschooling Cara Agus Salim bermanfaat bagi Anda.

Jika artikel ini bermanfaat,bagikan kepada rekan melalui: